Bismillah

Bismi Allah Arrahman Arrahim

Disini kutuangkan segenap ketukan keyboardku. Semoga melaluinya, semakin tertebarlah keagungan Islam-ku

Thursday, December 17, 2009

The wedding part 3. (Lamaran)

Sebulan telah berlalu sejak kedatangan orangtua Firdaus ke rumah Khumaira. Frekuensi pembicaraan antara Firdaus dan Khumaira yang mengarah ke pernikahan semakin intens. Harapan diantara mereka semakin memuncak seiring semakin besarnya rasa sayang yang timbul diantara mereka. Berbagai rencana pra dan pasca pernikahanpun menjadi topic pembicaraan sehari-hari diantara mereka. Rencana orangtua Khumaira untuk berkunjung ke rumah Firdaus juga mulai dibicarakan. Pada awalnya rencana kedatangan mereka adalah seusai wisudanya Khumaira. Karena saat itulah yang paling tepat untuk bersilaturahmi.
Hingga suatu hari, tanpa diduga samasekali, Khumaira menelpon dan mengatakan bahwa orangtuanya akan datang silaturahmi. Kabarnya mereka akan ke kosnya Khumaira dan langsung ke rumah Firdaus untuk bersilaturahmi. Dengan berbunga-bunga, Firdaus menyampaikan hal ini kepada orangtuanya. Merekapun bersiap-siap untuk menyambut kedatangan keluarga Khumaira.
Hari yang dinanti-nanti oleh Firdaus dan keluarganyapun telah tiba. Ternyata yang ikut serta adalah hamper seluruh keluarga Khumaira termasuk neneknya. Suasana sangat menyenangkan. Pembicaraan mereka kemana-kemana yang menambah keakraban diantara mereka.
Menjelang siang hari, ayahanda serta ibunda Firdaus memanggil kedua calon pengantin ini ke dalam kamar untuk diajak bicara. Ayahanda Firdaus menanyakan kesiapan mereka berdua dan mempertegas keinginan untuk menikah mereka. Setelah ada jawaban yang pasti, ayahanda Firdauspun menyatakan bahwa beliau akan menyampaikan secara resmi bahwa dalam dua atau tiga pekan ke depan, beliau serta keluarga akan datang meminang.
Setelah acara ramah tamah selesai, ayahanda Firdaus menyampaikan kepada ayahanda Khumaira, bahwa dalam beberapa pekan ini, beliau serta keluarga besar akan datang untuk secara resmi meminta Khumaira menjadi menantu.
Seusai berbincang-bincang, Khumaira beserta keluarganya memohon diri untuk pulang ke kampungnya.
Malam harinya, setelah shalat isya. Firdaus berbaring dalam kamarnya sambil merenung. Apakah keputusannya sudah benar untuk meminang Khumaira. Apakah memang Khumaira-lah yang diharapkannya selama ini. Haruskan dia mengkaji dan mempertimbangkan ulang.
Dibanding-bandingkannya sifat-sifat Khumaira dengan wanita-wanita yang pernah singgah di hatinya dahulu. Dicarinya semua kejelekan dan kelemahan yang ada pada Khumaira, sambil mempertimbangkan akibat jangka panjangnya.
Merasa tidak mendapatkan jawaban yang pasti, Firdauspun bangkit dari tidurnya dan berwudhu.
Ditegakkan mukanya menghadap sang Khalik yang Maha tahu. Dan dengan segala rendah hati, dia berdoa memohon keputusan Tuhannya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada Engkau dengan ilmu yang ada padaMu dan aku mohon kekuasaanMu untuk menyelesaikan masalahku dengan kodratMu. Dan aku memohon kepada-Mu sebagian karunia-Mu yang agung, karena sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedangkan aku tidak berkuasa, dan Engkau Mahatahu sedangkan aku tidak tahu, dan Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, sekiranya Engkau tahu bahwa Khumaira lebih baik untuk diriku, agamaku, dan kehidupanku, serta lebih baik pula akibatnya di dunia dan akhirat, maka takdirkanlah dan mudahkanlah Khumaira bagiku, kemudian berkahilah aku dalam urusan ini.
Dan sekiranya Engkau tahu bahwa Khumaira lebih buruk untuk diriku, agamaku, dan kehidupanku, serta lebih buruk pula akibatnya di dunia dan akhirat, maka jauhkanlah Khumaira dariku, dan jauhkanlah aku dari Khumaira, dan takdirkanlah kebaikan untukku di mana pun, kemudian jadikanlah aku ridha menerimanya."

Wednesday, December 16, 2009

Untukmu bidadariku

Untukmu bidadariku
Sebuah surat dari Firdaus untuk Khurun In
-----------------------------------------
Indahnya matamu
Sucinya jiwamu
Mulianya akhlakmu
Menawan hatiku
Cintamu yang tidak mendua
Ragamu yang hanya untukku
Tak tersentuh sebelumnya oleh siapapun
Duh, betapa rindunya aku kepadamu
Suramu nan merdu
Membuai dalam mimpi-mimpiku
Aku tahu engkau cemburu
Karena aku jatuh cinta kepada selain dirimu
Aku tahu engkau marah,
Kalau ada yang menyakiti hatiku
Bersabarlah duhai sayangku
Karena begitulah adanya manusia
Aku minta maaf karena memadumu
Karena aku juga manusia yang biasa
Aku juga sedang mencari pasangan hidupku
Seorang wanita yang mulia di sisi sang Pencipta
Yang menyayangiku,
seperti engkau menyayangiku
Yang merindukanku,
seperti engkau merindukanku
Maaf sayang, bukan aku bermaksud mencari pesaing bagimu
Tetapi seorang kakak dan tauladan
Dan sebagai kebanggaanmu
Karena memiliki kakak dari bumi
Yang menjadi kebanggaan Allah di langit dan bumi
Tidakkah engkau senang dan merasa terhormat
Sayang, nah begitu tersenyumlah
Duhai, senyummu benar-benar bak mutiara
Aku sebenarnya ingin secepatnya di sisimu
Tapi aku masih punya tugas dari Allah
Aku masih membangun istana kita nanti
Doakanlah sayang,
Agar aku tabah, istiqomah dan kuat
Agar aku tak terpengaruh godaan dan nafsu
Agar aku tidak terjerumus dalam duka dan amarah
Yang menyebabkan engkau semakin jauh
Duhai yang matanya bagai bintang
Janganlah menangis
Itulah beban dan tanggung jawabku
Sebagai amanah Illahi dan mas kawinku bagimu
Cantik,
Bersabarlah karena usiaku juga tidak panjang
Esok, lusa atau nanti
Izrail akan menjemput aku
Pada saat itu
Temanilah aku di sisi pembaringanku
Walau kita belum bisa sepenuhnya merasakan
Manisnya cinta
Namun, bukankah kita sudah bahagia?
Saling tawa dan bercanda hingga hari keadilan kelak
Saat itu, duhai sayang
Aku harus pamit lagi
Menghadap Robbi Izzati
Tapi, janganlah engkau risau
Karena semua itu hanya sesaat
Bersiaplah dan berdandanlah untuk menyambutku
Karena kita akan melepas rindu yang abadi selamany...

Sunday, December 13, 2009

The wedding part 2. (Keluarga)

Seminggu berlalu sejak kedatangan Firdaus ke rumahnya Khumaira. Niat dan semangat Firdauspun untuk menikah juga semakin menggebu,apalagi dengan adanya restu dari keluarga Khumaira. Firdauspun ingin sekali memperkenalkan Khumaira kepada orangtuanya, dan oleh karenanya dia menyampaikan kepada ibunda serta ayahandanya perihal Khumaira.
Sang ibu yang memang sudah lama mengharapkan seorang menantu, langsung setuju dan memerintahkan Firdaus untuk membawa Khumaira berkenalan.
Suatu hari, ketika jadwal mereka sedang kosong, dibawalah Khumaira oleh Firdaus ke rumahnya. Disana mereka bertemu dengan orangtua Firdaus, dan begitu bertemu, ayahanda serta ibunda begitu bahagia mengenal calon menantu mereka. Khumairapun menginap semalam di rumahnya Firdaus untuk lebih saling mengenal.
Keesokan harinya, Firdaus mengantar Khumaira pulang dan ketika sudah kembali ke rumah, ayahanda Firdaus memanggil. Sang ayah mengutarakan kebahagiaan beliau dan menyampaikan agar menyegerakan pernikahan jika memang sudah merasa yakin.
Berbunga-bungalah hati Firdaus penuh dengan rasa syukur. Tahmid dan takbir mengalir dari sela bibirnya atas nikmat tersebut.
Firdauspun menyanggupinya dan merekapun sepakat untuk menentukan hari baik untuk silaaturahmi ke rumah Khumaira.
Pada hari minggunya, Firdaus beserta kedua orangtuanya pun berangkat menuju ke kediaman Khumaira. Disana mereka disambut dengan meriah oleh seluruh keluarga besar Khumaira.
Acara diisi oleh perkenalan, makan-makan dan perbincangan untuk lebih saling mengenal calon keluarga.
Tidak terasa, sore hari telah menjelang. Sudah tiba saatnya mereka untuk undur diri.
Hari kepulangan Firdaus beserta keluarga membawa sebuah keyakinan hati bahwa semua akan lancar dan insyaAllah dengan rido Allah.
Dilanjutkan ke The wedding part 3.(Khitbah/Lamaran)

Friday, December 11, 2009

The Wedding part 1.(Ta'aruf)

Suatu ketika ada seorang pria muslim yang bernama Firdaus. Dia orangnya penyabar, santun dan baik hati. Kegiatannya sehari-hari adalah bekerja, beribadah dan mengurus orangtua dan adik-adiknya. Seluruh hidupnya dipakai untuk berbuat kebaikan dimanapun dia berada.
Sebagaimana manusia biasa, telah tiba saatnya bagi dia untuk menyempurnakan hidupnya dengan seorang istri. Dimulailah ikhtiarnya, dari masjid ke masjid. Dari musholla hingga ke langgar. Berbulan-bulan lamanya dia berusaha, namun Allah masih belum berkenan untuk mengabulkan.
Hingga, suatu ketika dia menerima pekerjaan dari seorang pengusaha. Dia bertanggung jawab atas beberapa ratus orang yang harus dipimpinnya.
Berminggu-minggu telah lewat, hingga telah hampir tiba saatnya pekerjaan itu selesai.
Tiba-tiba, di saat matanya memandang mengawasi sekeliling, dirinya terpaku pada sesosok wanita.
Wajahnya ayu dan sederhana, muslimah yang berjilbab pula. Terlintaslah dalam pikirannya untuk mendapatkan wanita itu. Didekatinya wanita itu dan merekapun berkenalan. Dia bernama Khumaira.
Perkenalan mereka berlangsung singkat, karena masih banyak tugas yang harus diselesaikan, sehingga mereka fokus kembali kepada pekerjaan.
Namun, semenjak itu mereka sering bertemu. Di ruang makan, ruang kerja dan di masjid. Mereka berbicara selayaknya teman yang sudah kenal lama.
berbagai sifat yang dimiliki Khumaira,membuat Firdaus terpesona. Dia cantik, pintar berbahasa arab, mahasiswi di salah satu universitas islam dan hafal quran pula. SubhanAllah.
Dari sifat-sifat sang wanita inilah, Firdaus mendapatkan semangat dan keyakinan untuk mendapatkannya. Akhirnya dengan segala keberanian, dua hari sejak pertama kali mereka kenalan Firdaus mengutarakan isi hatinya, bahwa dia ingin serius berkenalan lebih jauh. Bahwa dia sedang mencari seorang istri pendamping hidup dan bukan seorang pacar.
Mendengar itu, Khumaira menjawab, insyaAllah seiring dengan waktu, karena semua itu membutuhkan proses.
Selanjutnya hari-hari mereka diisi dengan tugas yang harus diselesaikan. Pertemuan mereka kebanyakan hanya terjadi ketika akan solat. Hingga Firdaus kemudian meminta Khumaira untuk menjadi asistennya dalam pekerjaan sehingga dengan demikian mereka ada banyak waktu untuk saling mengenal.
Namun, Allah maha Berkehendak. Dua hari setelah perkenalan mereka, rasa suka diantara mereka semakin meningkat. Hingga, mereka berduapun berikrar untuk ta'aruf.
Hari-demi hari dilalui, namun di hati Khumaira masih ada ganjalan. Dia tidak akan tenang menjalankan ta'aruf ini sebelum mendapatkan restu ibu dan ayahandanya. Dan untuk membuktikan itu, dia meminta Firdaus untuk datang ke rumah secara resmi dan mengutarakan niatnya.
Dengan bermodalkan niat baik Firdauspun berangkat menuju sebuah kabupaten di pantai utara. Kedatangannya disambut dengan baik oleh ayah dan ibunda Khumaira. Setelah bercengkerama sejenak, Firdaus menyampaikan isi hati dan niatnya untuk ta'aruf dan insyaAllah mempersunting Khumaira kemudian.
Mengetahui hal itu, ibunda Khumaira dan ayahandanya serta merta menyetujui keinginan Firdaus. Alhamdulillah, begitu tahmid Firdaus dalam hatinya. Dia pun semakin termotivasi untuk menyegerakan nikah.
Secara kebetulan, pada hari yang sama, ada acara nikah di kediaman tetangga kakak tertuanya. Firdaus dan Khumairapun diajak kesana oleh ibu. Disana Firdaus berkenalan dengan kakanda Khumaira. Percakapan mereka berlangsung singkat. Namun sekali lagi, Allah maha Rahman, tanpa diduga kakaknya meminta nomor HP Firdaus. Rupanya Khumaira memperhatikan apa yang sedang terjadi. Dia kemudian bertanya tentang apa yang mereka bicarakan sehingga kakaknya sampai meminta nomor HP. Firdauspun menjawab, tidak ada hanya soal rutinitas dan pekerjaan saja. Khumairapun bilang, bahwa untuk pertama kalinya kakaknya mau berkenalan dengan pacarnya, apalagi sampai minta nomor HP. Tidak pernah ada perlakuan semacam ini terhadap pacarnya.
Kembali hati Firdaus diliputi rasa syukur, karena dirinya sudah diterima oleh keluarganya Khumaira.
To be continued .... The wedding part 2.(Keluarga)

Wednesday, September 16, 2009

Pengabdian guru dan pengabdian istri

Sebuah kisah nyata yang indah untuk disimak dan diambil pelajaran dari dataran China mengenai pengabdian guru, pengabdian istri, amanah dan kasih sayang.


Di kampung Nancao, Provinsi Henan, China, ada seorang guru bernama Du Chanyun. 17 tahun lalu, karena memperbaiki sekolah jatuh lantas lumpuh, namun semangat mengajarnya tidak luntur. Selama 17 tahun, isterinya dengan tubuh yang kokoh menggendong suaminya pergi mengajar, hari demi hari dari rumah ke sekolah berjalan ke atas gunung sepanjang 3 mil.

Menurut laporan dari website Dahe, Du Chanyun mengajar di kampung Dakou kota Liushan, tempatnya di pedalaman pegunungan Tuniu, dia menjadi tumpuan harapan dari 500 KK yang tersebar di kampung Dakou.

1981 Du Chanyun tamat SMA pada umur 19 tahun, dia lantas menjadi seorang Guru di kampung Dakou. Sepuluh tahun setelah itu, setiap bulan dia hanya memperoleh gaji guru sebesar RB. 6.5 (Kira-kira Rp. 7.000,-).

Bencana itu datang pada tahun 1990. Musim Panas tahun itu, hujan badai membasahi ruangan kelas sekolahnya. Ketika liburan musim panas, orang-orang di kampung itu mengumpulkan uang memperbaiki sekolah, Du Chanyun begitu bersemangat bekerja, kehujanan pun tetap kerja memindahkan batu, seluruh badan basah kuyup. Akhirnya pada suatu hari, dia jatuh sakit, sakit berat karena kehujanan dan capek.

Setelah sembuh dia mendapatkan, bahwa dia sudah tidak dapat berdiri lagi, tubuhnya sisi kiri tidak dapat bergerak. Dia khawatir, mengajar akan menjadi sebuah mimpi yang jauh.

Istrinya Li Zhengjie melihat apa isi hatinya, lantas menentramkannya, "Kamu jangan kuatir, kamu tidak bisa jalan, sampai panggung pun saya akan menggendongmu." Istri seorang penduduk di kampung yang buta huruf, akhir memikul tanggung jawab menggendong suaminya yang menjadi guru, dari rumah sampai sekolah, setiap hari 6 mil.

Menggunakan tubuhnya menopang suami

Sejak 1 September 1990, setiap pagi istrinya Li Zhengjie bangun menanak nasi, membangunkan 4 anggota keluarganya, setelah makan menggendong suaminya berangkat.

Sepanjang jalan, meraba, merangkak jatuh bangun sampai tiba di sekolah, setelah istri menempatkan suaminya, kemudian menitip pesan ke beberapa murid yang agak besar, lantas bergesa-gesa pulang, di rumah masih ada 2 hektare sawah yang menunggunya untuk digarap.

Sejak memikul tanggung jawab mengendong suaminya, dua hal yang paling dia takuti adalah musim panas dan musim dingin.

Rumah Du Chanyun berada pada Barat Selatan sekolah, walaupun jarak dari rumahnya ke sekolah hanya 3 mil, namun tidak ada jalan lain, selain dari jalan tikus, dengan batu-batuan yang berserakan, ranting-ranting pohon, sungai kecil.

Pada suatu hari di musim panas, baru saja turun hujan lebat, Li Zhengjie seperti hari biasa menggendong suaminya berangkat. Air sungai yang melimpah menutup batu injakkan kakinya. Li Zhengjie sudah hati-hati meraba-raba batu pijakan, namun tidak disangka tergelincir. Arus sungai yang deras menghanyutkan mereka sampai 10 meter lebih, untung tertahan oleh ranting pohon yang melintang di hulu sungai. Setelah lebih kurang setengah jam, ayahnya yang merasa khawatir akhirnya datang, mereka ditarik, anak dan menantunya baru berhasil diselamatkan, lolos dari ancaman maut.

Dalam beberapa tahun ini, Li Zhengjie terus menggendong suaminya, entah sudah berapa kali jatuh bangun. Pada mulainya, kadang-kadang suaminya jatuh di bawah, kadang-kadang Li Zhengjie jatuh di bawah. Akhirnya Li Zhengjie timbul akal, asal jatuh dia berusaha duluan jatuh dibawah, menggunakan tubuhnya yang kekar menahan batu yang mengganjal.

"Walaupun nanti kamu tidak bisa bangun lagi, saya juga akan menggendong kamu sampai tua," ujar istrinya.

Li Zhengjie siang malam kerja keras dan capek, suaminya melihat dengan jelas, hatinya merasa iba.

Pada tahun 1993, dia mulai merencana agar istrinya meninggalkan dia, agar tak lagi melihatnya menderita. Untuk mencapai tujuan ini, dia mengubah karakternya, sengaja cari gara-gara untuk bertengkar, dia yang mulai memakinya. Li Zhengjie yang tidak memahami merasa tertekan, setelah 2 kali ribut besar, mereka sungguh-sungguh mau bercerai.

Pada hari perceraian, Li Zhengjie menggendong suaminya naik sepeda, hati-hati mendorong suaminya ke lurah setempat. Pekerja di sana sangat mengenal sepasang suami istri yang akrab ini, begitu melihat tampang kedua orang tersebut makin gembira, "Saya tidak pernah lihat wanita menggendong suaminya ke lurah minta cerai, kalian pulang saja," teriak para petugas lurah.

Tidak sekalipun bolos mengajar

Kondisi di sekolah sangat parah, namun kedua pasang suami istri bisa memberikan pendidikan yang baik buat anak-anak, kondisi guru kurang baik, bu guru bawa anak-anak tamasya, olah raga. Tidak ada alat musik, Du Guangyun menggunakan daun membuat irama musik buat anak2, tidak ada poliklinik, Li Zhengjie naik ke gunung memcari obat ramuan, pada musim panas dia memasak obat pendingin buat anak-anak, pada musim dingin masak obat anti flu buat anak-anak.

Di bawah bantuan istri, dalam 17 tahun, hari demi hari, tidak terhalangi oleh angin hujan, tidak pernah bolos satu kali pun.

Data yang terkumpul dari kepala sekolah tentang hasil ujian negeri: bulan April, tingkat siswa yang lulus dari sekolah SD tsb mencapai 100 %. Tahun lalu ketika ujian masuk perguruan tinggi, ada 4 orang siswa yang dulu pernah diajari dia masuk ke perguruan tinggi, tahun ini ada 4 lagi ynag lulus masuk ke spesialis.

Kini, setiap hari raya Imlek, murid-muridnya sengaja pulang ke kampung menjengut bapak dan ibu gurunya, masalah tersebut menjadi peristiwa yang sangat menggembirakan bagi sepasang suami istri guru ini.(Dajiyuan/waa)

Disadur dari http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/3994-seorang-istriselama-17-tahun

Saturday, May 23, 2009

Murottal H. Muammar ZA

Surat Ad-Dhuha 1-11 Download
Surat Al-Alaq 1-19 Download
Surat Al-Balad 1-20 Download
Surat Al-Baqarah 284-285 Download
Surat An-Nisa' 1-4 Download

Tuesday, May 19, 2009

Pemurah hati

Tersebut, pada suatu masa ada seorang anak yang taat ibadah kepada Allah dan berhati lembut penyayang. Semenjak lulus dari sekolah dasar, dia telah dipondokkan oleh orangtuanya jauh dari kampung halamannya di Jawa Timur ke Bone Sulawesi Selatan. Dia dipondokkan oleh orangtuanya hanya untuk satu alasan, menjadi penghafal dan pengamal Al-Quran.
Tahun demi tahun dilaluinya di pesantren, jauh dari keluarga dan orangtua. Pada masa itu, komunikasi telpon dari Bone keluar masih sangat sulit. Bahkan suratpun sampainya setelah 7 hari dikirim. Pada saat-saat liburan, dia hanya bisa menyaksikan teman-temannya berbahagia karena bisa pulang ke kampung halamannya sedangkan dia sendiri memilih menetap di pesantren karena tidak memiliki biaya untuk pulang.
Waktu di pesantren dihabiskannya untuk semakin memperdalam hafalan Qurannya dan mempelajari ilmu-ilmu fiqih, bahasa arab dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Sifatnya yang pendiam dan taat membuatnya disukai oleh Kiainya sehingga dia memperoleh perhatian yang lebih daripada yang diperoleh teman-teman sepesantrennya. Sayangnya, perhatian ini seringkali menimbulkan buruk sangka dan iri hati di kalangan mereka. Tidak jarang dia disakiti dan diancam oleh beberapa temannya, namun semua itu tidak pernah dimasukkan dalam hati, karena dia percaya bahwa disakiti orang tidak akan selesai hanya dengan disakiti dan kesabaran dalam menghadapi cobaan adalah bagian rahmad Allah kepadanya.
Al-kisah, setelah hafalan Qurannya selesai dan semua pendidikan di pesantren tersebut telah diselesaikannya selama 4 tahun, tibalah waktunya untuk kembali melanjutkan hidupnya. Tanpa diduga, Allah yang Maha Welas Asih berkenan memberikan hadiah dengan kiriman tiket pesawat untuk pulang ke Jawa Timur dari orangtuanya. Alangkah bahagianya dia, karena selain akan segera bertemu orangtuanya yang telah terpisah darinya selama 4 tahun, dia juga akan merasakan perjalanan dengan menumpang pesawat. Sesuatu yang sering diimpikannya sejak dahulu.
Setelah berpamitan dengan Kiainya dan istri beliau, diapun berangkat menuju Ujung Pandang dengan menggunakan bis ditemani dengan salah seorang ustadnya yang juga akan kembali ke Jawa. Perjalanan menuju Ujung Pandang memakan waktu 8 jam, dan setelah tiba disana mereka segera mencari losmen untuk menginap malam itu, karena keberangkatan mereka baru besok harinya.
Malam itu, seusai shalat isya, ustadnya mendekati ingin mengajak bicara. “Dik, saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu”.
“Apa ustad, silahkan saja”, ujar anak tersebut.
“Begini dik, bapak saya sedang sakit keras di Semarang. Saya khawatir bahwa umur beliau tidak akan lama lagi”, cerita sang ustad.
Anak itupun termanggut-manggut mendengar cerita sang ustad, “Lalu apa yang dapat saya bantu ustad?” tanyanya.
Sang ustadpun berujar,”Begini dik, kalau boleh saya ingin menukar tiket kapal laut saya dengan tiket penerbangan adik. Nanti jika saya ada rizki, akan saya kembalikan sisa biayanya kepada adik. Maafkan permintaan saya, karena saya sungguh khawatir akan kesehatan dan usia ayah saya”.
Sang anakpun terdiam. Dalam hatinya berkecamuk berbagai pikiran. Dia ingin sekali membantu dan menyerahkan tiketnya, namun keinginan untuk terbang dengan pesawat yang selama ini diimpikannya dan sudah depan mata sangatlah menggoda.
Sang ustadpun berucap,”Tapi kalau adik keberatan, tidak masalah kok”.
Akhirnya, meski dengan berat hati, sang anak berkata,”Jika ini bisa membantu ustad untuk segera menemui ayah ustad, silahkan. Saya akan menggunakan tiket kapal ustad untuk ke Jawa”.
Dan begitulah, merekapun saling tukar tiket dengan diiringi janji sang ustad bahwa biayanya akan dikembalikan kepadanya. Namun, dalam hati sang anak, dia telah mengikhlaskan pemberian itu karena Allah SWT dan karena kasih sayang.
Keesokan harinya merekapun berpisah, dengan diiringi doa sang anak untuk kesembuhan dan kesehatan ayahanda sang ustad. Diapun naik ke Pete-pete (Angkot, red.) menuju ke pelabuhan. Disana, kapal yang akan mengantarnya ke Jawa Timur telah menanti. Setelah cekin, diapun menaiki tangga kapal. Sejenak dia terdiam mempertimbangkan dimana dia akan tidur malam ini, karena kelas ekonomi di kapal laut, sama artinya dengan rebutan tempat tidur. Dan hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah berebut tempat tidur dengan seseorang. Akhirnya dia memutuskan untuk menaruh barang-barangnya di bawah tangga kapal dan melihat pelabuhan dari atas.
Dilihatnya orang naik turun bergantian, berbagai usia dan warna. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan sebuah suara, “Mau ke Jawa juga mas?”. “Oh ya, maaf saya tidak tahu”, jawab si anak. Merekapun berjabatan tangan, kenalan. Orang itu bernama Robert dari Makassar.
“Ke Jawanya dalam rangka urusan apa mas?”, tanya Robert.
“Pulang kampung halaman, kalau mas sendiri?”
“Untuk berkunjung keluarga”, jawab Robert.
“Oh begitu, di Jawa mana mas?” tanya si anak.
“Di Surabaya. Kalau mas sendiri?”
“Di Tulung Agung”
“Oh begitu ya..”
Merekapun ngobrol kesana kemari, akhirnya merekapun menjadi akrab kayak teman lama.
Tiba-tiba Robert bertanya,”mas nanti malam tidurnya dimana?”
Si anak menjawab,”Belum tau mas, sebab saya belum cari”
“Bagaiman kalau sekamar dengan saya, sebab saya satu kamar sendiri”
“Gak apa apa kah mas?”
Robert menjawab,”Tenang saja, oom saya adalah kapten dari kapal ini. Karena dia yang memimpin kapal, praktis malam ini kamar hanya ditempati oleh saya. Karena mas tidak ada kamar, bagaimana kalau bersama saya saja di kamar oom”
Alhamdulillah pikir sang anak, dan diapun mengiyakan. Malam itu, sang anak menikmati fasilitas kapten kapal, makanan yang enak dan tempat tidur yang nyaman selama perjalanan selama sehari semalam dari Ujung Pandang ke Surabaya. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya apalagi dengan tiket kapal kelas ekonomi.
Keesokan harinya setibanya di Surabaya, dia berpamitan dengan Robert dengan diiringi terima kasih yang banyak atas kebaikan yang diterimanya.
Sang anakpun melanjutkan perjalanannya ke Tulung Agung yang berjarak 280km dari Surabaya. Dari pelabuhan Tanjung Perak, dia mengambil bis ke terminal Bungurasih. Dari sana, dia mengambil bis langsung jurusan Surabaya-Tulung Agung. Setelah mengatur tempat duduknya di samping jendela, diapun melantunkan shalawat nabi serta doa musafir. Bis perlahan-lahan meninggalkan terminal. Dalam perjalanan dia sepuas-puasnya menikmati pemandangan setiap daerah yang dilewati. Rasa syukur meliputi hatinya karena setelah sekian lama, akhirnya dia berkesempatan untuk kembali ke kampung halaman. Ketika sedang asyiknya melamun, tiba-tiba dia dikagetkan dengan sebuah suara,”Maaf dik, apakah tempat ini kosong?”
Seorang wanita separuh baya bertanya kepadanya.
“Iya bu, silahkan saja”, kata anak tersebut mempersilahkan.
Wanita itu kemudian menempati kursi kosong di sampingnya.
“Hendak kemanakah adik? Kok kelihatanya sendiri?”, tanya wanita tersebut.
“Saya hendak kembali ke Tulung Agung”, jawabnya.
“Oh, darimana dik?”
“Dari Sulawesi bu”, jawab si anak.
“Kok jauh sekali dan sendirian lagi?”, tanya si wanita heran.
“Iya bu, saya dahulu mondok disana dan sekarang saya sedang dalam perjalanan pulang”.
“Berapa lama adik mondok?”
“Hingga sekarang sudah 4 tahun bu”, jawab anak itu.
“Masya Allah”, gumam wanita tersebut. “Dan selama itu kamu tidak pernah pulang?”
“Tidak bu”, jawabnya.
Tak terasa perjalanan bis sudah mencapai Jombang. Pembicaraan diantara merekapun semakin akrab, hingga tanpa terasa, wanita tersebut menjadi sangat tertarik dengan sejarah anak itu. Sayangnya, perjalanan sudah mendekati Kediri, dan wanita itu harus turun. Padahal dia belum puas mendengar seluruh cerita anak itu. Akhirnya wanita tersebut berkata, “Begini dik, saya masih belum puas mendengar seluruh cerita sejarah adik. Bagaimana jika kita turun sejenak di terminal Kediri ini dan makan di warung sambil adik lanjutkan cerita, dan nanti seluruh biaya perjalanan bis adik akan saya tanggung”.
Anak itupun terdiam sejenak, dan kemudian menjawab,”Baiklah bu, kalau ibu berkehendak begitu”.
Merekapun turun dari bis dan berhenti di sebuah warung makan, dimana sang anak melanjutkan berbagai kisah dirinya selama di pesantren.
Wanita itu begitu terhanyut dengan kisah-kisah anak itu, sehingga kadang dia bertasbih sendiri dan kadangpula menangis.
Pada akhir ceritanya, tiba-tiba wanita itu berdiri dan memeluknya. Diperlakukan seperti itu, tentu saja anak tersebut kaget.
Namun karena wanita itu masih menangis, diapun membiarkannya hingga dia reda dari tangisnya. Ternyata wanita tersebut sudah lama menikah namun belum dikaruniai anak. Dan diapun berharap, jika suatu saat Allah menganugerahkan seorang anak dalam rumah tangganya, dia ingin anak itu seperti si dia.
Anak tersebut mengamini kehendak wanita itu dan mendoakan dirinya pula. Setelah itu merekapun berpisah dan wanita itu tidak lupa memberikan jumlah uang yang luar biasa banyaknya kepada anak itu. Anak itupun menerimanya dengan penuh rasa syukur dan terima kasih.
Perjalanan selanjutnya ke Tulung Agung tidak memakan waktu lama, karena jarak Tulung Agung –Kediri cukup dekat.
Hati sang anak berdebar-debar, menanti wajah sang ayah dan ibu yang telah sekian lama tidak bertemu. Ketika sudah memasuki terminal Tulung Agung, diapun turun dari bis. Alangkah senangnya melihat ibu, bapak dan adik-adiknya sudah hadir menjemput.
Begitulah, akhirnya anak tersebut kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMA dan melanjutkan ke sebuah universitas ternama di Kota Malang dan selalu berpedoman pada kebaikan hati untuk menentukan setiap langkah hidupnya.

Saturday, May 16, 2009

Qisosul Anbiya (Cerita Para Nabi):Nabi Adam

Qisosul Anbiya (Cerita Para Nabi)
Kisahnya Nabi Adam AS

Adam AS diciptakan sebagai manusia pertama di muka bumi ini. Allah menciptakan Adam dari tanah, yang kemudian disempurnakan rupanya dan ditiuplah dalam dirinya ruh. Sebagai makhluk yang akan memimpin dan mengatur dunia, Allah SWT menganugerahkan
kepadanya akal, nafsu dan ilmu.
Ketika Allah SWT menyampaikah kehendakNya kepada para malaikat, mereka serta merta memprotes:"Wahai Allah, akankah Engkau menciptakan di muka bumi makhluk yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Sedangkan kami selalu mensucikanMu dan bersyukur kepadaMu serta mengkuduskanMu" Menanggapi perkataan para malaikat Allahpun berfirman,"Aku lebih tahu tentang apa yang tidak kalian ketahui"
kemudian Allahpun menciptakan Adam. Ketika telah hidup dan berdiri. Allah memerintahkan para malaikat untuk menyebutkan beberapa benda yang ada, namun para malaikat tidak sanggup dan menjawab,"Maha suci Engkau, kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami, Engkau sungguh maha Tahu dan Maha Adil".
Kemudian Allah memerintah Adam untuk menyebutkan nama-nama benda tersebut, dan Adampun bisa menyebutkannya satu per satu.
Allah kemudian berfirman kepada para malaikat,"Bukankah Aku telah berfirman kepada kalian, bahwa Aku Maha Tahu hal-hal yang tersembunyi dari langit dan bumi dan Aku Maha Tahu apa yang telah kalian sembunyikan dan apa yang telah kalian lakukan"
Setelah itu, Allah memerintahkan para malaikat termasuk iblis untuk bersujud kepada Adam, sebagai bentuk penghormatan. Namun Iblis yang angkuh tidak mau melaksanakan perintah Allah dan berkata,"Aku tidak akan bersujud kepadanya, karena aku lebih
mulia daripadanya. Engkau ya Allah telah menciptakan aku dari Api sedangkan dia dari tanah" Atas kesombongannya ini, Allah membuang iblis dari langit dan dijanjikan azab neraka. Mendengar ini, iblispun memohon kepada Allah agar diberi kehidupan abadi. Allahpun mengabulkannya. Ketika akan turun dari langit, iblis bersumpah akan menjerumuskan anak keturunan adam, kecuali mereka yang berpegang teguh kepada Allah.
Adam kemudian menempati surga seorang diri. Didalamnya semua kebutuhan dia terpenuhi. Namun, agaknya semua fasilitas ini belumlah terasa sempurna dan masih ada satu yang kurang. Seorang teman.
Allah yang Maha Tahu keinginan hambanya, kemudian mengambil sebuah tulang rusuk Adam ketika dia terlelap. Dari tulang rusuk ini, Allah menciptakan seorang wanita yang bernama Hawa yang menjadi wanita pertama sekaligus pasangan hidup Adam.
Allah kemudian mengizinkan pasangan ini untuk hidup dalam surga serta menikmati segala isinya. Hanya satu yang dilarang oleh Allah, yaitu memakan dari buah khuldi.
Pada mulanya, tidak ada masalah bagi Adam maupun Hawa. Mereka taat kepada apa yang dilarang oleh Allah dan menikmati semua kenikmatan surgawi. Hingga datanglah Iblis. Dendam terhadap Adam yang menurutnya adalah penyebab dibuangnya dia dari langit
serta keinginannya untuk mengajak sebanyak mungkin anak cucu Adam masuk ke dalam neraka, membuat dia menghasud Adam dan Hawa agar memakan buah khuldi. Alkisah, karena rasa penasaran serta sifat alami manusia yang tidak pernah puas, akhirnya Adam dan Hawa melanggar larangan Allah dengan memakan buah khuldi. Seketika, baju yang mereka kenakan lenyap dan merekapun telanjang bulat. Adam dan Hawapun panik, dan memetik daun-daunan surga untuk dipakai menutup aurat mereka.
Kemudian berfirmanlah Allah,"Menetaplah kalian di bumi, dimana sebagian diantara kamu adalah musuh bagi sebagian yang lain. dan bagi kamu ada kesenangan hingga akhir hayat nanti"
Mendengar ini bersedihlah Adam dan Hawa, serta menyesallah mereka akan dosa mereka. Adampun memanjatkan doa kepada Allah,"Ya Tuhan Kami, kami telah berlaku aniaya atas diri kami dan jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, tentu kami termasuk
dari orang-orang yang merugi". Allahpun menerima taubat mereka dan mengampuni dosa mereka.
Demikianlah, Adam dan Hawa diturunkan di muka bumi. Sebagai ujian awal bagi mereka, Allah memisahkan tempat turunya Adam dan Hawa. Menurut beberapa ahli sejarah, Adam diturunkan di kawasan Afrika sedangkan Hawa diturunkan di kawasan India.
Jarak yang sedemikian jauh itu membuat mereka terpisah untuk waktu yang sangat lama, hingga bertahun-tahun lamanya. Namun dengan rahmad dan kasih sayang Allah, mereka dipertemukan kembali di sebuah gunung di padang Arafah, yang dikenal dengan
Jabal Rahmah.
Dengan pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada Adam, merekapun hidup dari cocok tanam dan peternakan. Hidup merekapun semakin semarak dengan anugerah Allah berupa beberapa putra dan putri yang kesemuanya lahir kembar.
Diantara putra dan putri Adam, terdapat dua orang lelaki yang kisah mereka dicatat khusus oleh Allah dalam Al-Quran sebagai contoh bagi umat manusia. Keduanya bernama, Habil dan Qabil.
Habil perangainya halus dan penuh ketakwaan, sedangkan Qabil sifatnya sangat kasar dan cenderung menganggap remeh soal peribadatan. Dalam hatinya selalu berisi iri hati mengenai kedekatan Habil kepada ayah dan ibunya maupun kepada Allah SWT.
Suatu ketika, Nabi Adam menyampaikan perintah kepada mereka untuk berkorban sebagian dari produk tani dan ternak mereka kepada Allah sesuai dengan syariat yang berlaku pada masa itu.
Habil yang selalu sepenuh hati melaksanakan perintah Allah, memilih hasil tani dan ternak yang terbaik yang dimilikinya. Sebaliknya dengan Qabil, dikurbankannya hasil tani dan ternak yang paling buruk yang dimilikinya.
Jelaslah jika yang diterima oleh Allah hanyalah apa yang dikurbankan oleh Habil. Iri dan dengki yang ada dalam hati Qabil semakin besar sehingga diancamnya Habil bahwa dia pasti akan dibunuh olehnya. Meskipun lebih kuat daripada Qabil, Habil tidak
membalasnya, bahkan menjawab,"Meskipun kamu mengacungkan tanganmu untuk membunuhku. Tidak sekalipun aku akan mengacungkan tanganku untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah Tuhan Alam Semesta".
Begitulah, dendam dalam hatinya semakin besar. Hingga puncaknya adalah ketika mereka diperintahkan untuk menikah oleh Adam.
Sesuai syariat yang berlaku, kembaran Habil haruslah menikah dengan Qabil sedangkan kembaran Qabil menikah dengan Habil.
Tapi, merasa bahwa peraturan ini tidak adil, karena menurut Qabil, adiknya lebih cantik daripada kembaran Habil. Tapi syariat ada untuk dilaksanakan dan tidak dilanggar. Marah dan tidak puas dengan keputusan ini, Qabil kemudian berencana untuk
benar-benar membunuh Habil. Hingga suatu ketika, ketika Habil sedang sendiri dan tidak waspada, Qabil mengendap dari belakang dan membunuhnya. Inilah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Namun tiba-tiba, terbersitlah rasa menyesal dalam hatinya. Bingung akan diapakan jenazah Habil dan mau pulangpun dia takut, akhirnya dibawalah jenazah Habil kesana kemari. Kemudian Allah menurunkan dua ekor gagak yang saling bertengkar hingga salah satunya terbunuh. Gagak yang masih hidup kemudian menggali sebuah lubang dan menaruh jenazah gagak satunya di dalamnya. Kemudian lubang itupun ditutupnya. Melihat hal
ini, Qabil termenung, "Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini". Demikianlah pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi. Menghadapi musibah ini, Adam
hanya bisa berpasrah kepada Allah dan menyerahkan segalaNya kepadaNya.

Friday, May 15, 2009

Doa khotamul Quran

Doa Khotamul Quran
(By H. Muammar ZA)

Allahummarhamnaa Bil Quran (Oh Allah be mercifull to us by the Al-Quran)
Waj'alhu lanaa imaaman wa nuuron wa huudan wa rohmah (Let it be our guide and light and enlightment and blessing)
Allahumma Zakkirna (Oh my Lord remind us)
Minhu maa nasiinaa (From it (the Quran) which has been forgotten by us)
Wa allimnaa minhu maa jahilnaa (And teach us from it wwhich has been unknown by us)
Wa'rzuknaa tilaawatahu (and bless us with its rithms)
Aanaa Allaili wa anaa annahaar (in the middle of the night and thorough the day)
Wa'jalhu lanaa hujjatan (And let it be our wisdom)
Yaa robbal aalaminnn (Oh Lord of the Universe)

Download link: Doa

Thursday, May 14, 2009

Islamic songs and lyrics

Nabi Muhammad Mataharinya Dunia (Prophet Muhammad Sun of Earth).

Di langit ada matahari (In heaven there lies the sun)
Bersinar menerangi bumi (Enlighten the earth)
cahayanya yang tajam (Its sharp lights)
Menembus kegelapan (piercing through the darkness)
Menerangi seluruh alam (Enlighten the entire universe)

Di bumi ada para Nabi (On earth there are prophets)
Utusan robby Izzati (messengers of the almighty God)
Membawa ketenangan (carrier of peace)
Mencegah kedoliman (Preventer of evil)
Petunjuk jalan keselamatan (Guide to the save road)


nabi Muhammad, nabi akhir zaman (Nabi Muhammad, the prophet of the end of time)
Rahmat bagi umat di seluruh alam (Gift for all mankind)
Nabi Muhammad mataharinya dunia (Nabi Muhammad is the sun of earth)
Yang bersinar abadi sepanjang zaman (Which shines through eternity)

Nabi Muhammad bagai purnama, di tengah malam gelap gulita (Nabi Muhammad is like the full moon, shining at the darkest night)
Nabi Muhammad bagai pelita, cahayanya diatas cahaya (Nabi Muhammad is like the candle, his light is above light)
Wahai kaum muslimin muslimat, sampaikan salawat salam (O Moslims and moslimahs, praise your salawat and salaam)

Download link: http://www.4shared.com/file/105070790/f70bea28/Nasida_Ria_-_mataharinya_dunia.html


Pengantin Baru (Just Married)

Duhai senangnya pengantin baru (O, its so happy to be just married)
Duduk bersanding bersenda gurau (Sitting side by side making jokes)
Duhai senangnya pengantin baru (O, its so happy to be just married)
Duduk bersanding bersenda gurau (Sitting side by side making jokes)

Bagaikan raja dan permaisuri (Like a king and his queen)
Tersenyum simpul, bagaikan bidadari (Smilling lovely, like a fairy)
Duhai senangnya menjadi pengantin baru (O, its so happy to be just married)

Di saat kau berbulan madu (when you're in your honeymoon)
Tinggalkanlah masa remajamu (Leave behind your teenhood)
Di saat kau berbulan madu (when you're in your honeymoon)
Tinggalkanlah masa remajamu (Leave behind your teenhood)

Agar kelak engkau hidup bahagia (So that you can live happily)
Hidup aman, damai dan sentosa (Living savely, peacefully and happily)
Duhai senangnya menjadi pengantin baru (O, its so happy to be just married)

Download Link: http://www.4shared.com/file/105229004/dccbe20c/pengantin_baru.html



Shalawat Badr

Shalatullah salamullah, 'ala Thaha Rasulillah
Shalatullah salamullah, 'ala Yasin Habibillah

Semoga shalawat dan salam selalu kepada Thaaha, Rasulullah
(May shalawat and salaam be allways upon you Oh Thaaha Rasulullah)
Semoga shalawat dan salam selalu kepada Yasin, Kekasih Allah
(May shalawat and salaam be allways upon you Oh Yasin Rasulullah)
(Both thaaha and yasin are titles for the prophet)

Tawasalna bibismillah, wa bilhadi Rasulillah,
wa kulli mujahidin lillah, bi ahli badri, ya Allah

Kami bertawasul* dengan bismillah, dengan Al-Hadi Rasulillah,
(We tawassul* by the Bismillah, and by Al-Hadi Rasulillah)
dan dengan seluruh mujahidin Badar, ya Allah
(And by all mujahidin of Badr, Oh Allah)

Ilahi sallimil ummah, minal afaati wa niqmah
wa min hammin wa min ghummah, bi ahli badri, ya Allah

Tuhanku, selamatkanlah umat ini, dari derita dan bencana
(Oh my Lord, save this mankind, from suffer and disaster)
dan dari belenggu serta kebekuan, dengan* ahli Badar ya Allah
(and from the freezing chains, with those from badr O Allah)

Note tawassul is praying by mentioning the names of known holy man, especially the Prophet Muhammad SAW, which rises the probability being accepted by Allah.

Link: http://www.4shared.com/file/105238699/f2e9179f/H_Muammar_ZA-Shalatullah_Salamullah.html

Sunday, May 10, 2009

Menghindari yang masih haram akan dihalalkan di kemudian hari, hadist nabi.

Diriwayatkan bahwa dulu ada seorang penjahat kambuhan yang tidak pernah berbuat baik sekalipun. Suatu ketika, dia terkesan dengan cerita Nabi SAW tentang seorang dermawan yang diterima ibadahnya karena sedekah kepada sampah masyarakat atau orang yang tercela.

Kata baginda Nabi,"dermawan tersebut tidak putus-putusnya berderma dan selalu didahului oleh niat pada malam sebelumnya. Pertama-tama dia berkata akan bersedekah kepada pencuri, pencopet atau perampok. Maka setelah tiba waktunya, didatanginya rumah mereka satu per satu dan diberinya mereka sedekah. Tentu saja masyarakat geger, "kok pencuri diberi dibaik-baiki?". Tapi dermawan tersebut bahkan berucap,"terpujilah nama Allah bagi pencuri".

Malam berikutnya ia berkata,"besok aku akan bersedekah kepada para pelacur". Dan keesokan harinya, dia betul-betul bersedekah kepada pelacur. Masyarakat semakin geger,"Orang gila. Masak pelacur dikasih sedekah". Namun dermawan tersebut malah berkata,"terpujilah nama Allah bagi para pelacur".

Namun "kegilaannya" tidak berhenti sampai situ, dia bekata "besok aku akan bersedekah kepada orang kaya", dan niatnya pun dilaksanakan. Masyarakat semakin geger, "kok orang kaya dikasih sedekah". namun sekali lagi dia berkata "terpujilah nama Allah bagi orang kaya".

"Kelak", kata Rasulullah,"di hari kiamat akan keluar suara gaib dari pengadilan Tuhan yang mengatakan bahwa seluruh sedekahnya diterima". "Kenapa demikian?," sabda Rasulullah,"karena dengan bersedekah kepada pencuri, dia berharap para pencuri berhenti mencuri, dengan bersedekah kepada pelacur dia berharap mereka berhenti melacur dan dengan bersedekah kepada orang kaya, dia berharap mereka mau menafkahkan harta mereka".

Mendengar kisah tersebut, penjahat kambuhan itu semakin rajin menghadiri majelis Nabi yang diberikan hampir setiap hari. Sampai suatu ketika, dia mendengar bagina Nabi SAW bersabda,"barangsiapa meninggalkan sesuatu ketika masih haram, ia akan memperolehnya sesudah menjadi halal".

Ucapan Nabi ini selalu terngiang di telinga sang penjahat. Ia ingin bertobat, tapi nafsu hendakmencurinya kadang-kadang datang lagi dan tak dapat dihapus sama sekali. Maka pada suatu malam yang dingin, ia mengendap-endap memasuki rumah seorang janda muda yang sudah lama ditinggal mati suaminya. Begitu masuk ke dalam, dia melihat banyak makanan yang lezat di meja. Ia berniat untuk menyantapnya. Tapi suara Nabi bergaung dalam dadanya, "Jangan kau lakukan, sebab makanan itu masih haram bagimu. Tinggalkan nanti kamu akan mendapatkan setelah menjadi halal". Suara gaib itu pun dipatuhinya.

Lalu ia membuka lemari, dilihatnya banyak perhiasan mahal-mahal ada di dalamnya, dan sekali lagi dia berniat mengambilnya. Tapi, kembali suara nabi bergema dalam dadanya, "jangan, supaya kamu nanti memperolehnya setelah halal". Sekali lagi ditaatinya suara itu.

Tetapi, waktu dia memasuki kamar si janda muda, nafsu birahinya tidak tertahan melihat kecantikan dan kemolekan tubuh si janda. Ia berbulat tekad untuk memperkosa perempuan itu, apa pun yang terjadi. Waktu dia sudah siap untuk melaksanakan niatnya, seolah Nabi SAW memperingatkan "Barangsiapa meninggalkan sesuatu ketika masih haram, dia akan memperolehnya setelah halal nanti". Lagi-lagi ditaatinya bisikan gaib itu. Diapun segera pulang, sebelum setan berhasil menggodanya.

esoknya, dia pergi shalat berjamaah Subuh di masjid Nabi. Seusai shalat, dia duduk memojok karena merasa dirinya masih penuh dosa. Tiba-tiba janda muda yang cantik itu memasuki masjid dan menghadap Nabi," Ya Rasulullah, tadi malam rupanya seorang pencuri memasuki rumah saya. Tapi dia keluar tanpa membaw sepotong barangpun milik saya. Meskipun begitu, saya takut ya Rasulullah, jangan-jangan ia datang lagi malam nanti padahal saya di rumah sendirian".

Nabi heran dan bertanya,"Kenapa engkau hidup sendirian?".

"Suami saya sudah meninggal dunia".

"Kalau begitu, kamu harus bersuami lagi. Maukah kamu kunikahkan?"

Perempuan itu mengangguk. Maka Nabi SAW mencari-cari siapa diantara yang hadir pagi itu belum mempunyai istri. Pilihannya jatuh pada si penjahat kambuhan. Orang itupun dipanggil dan ditanya tentang kesediaannya menjadi teman hidup janda muda yang cantik dan kaya itu.

Bagaikan pucuk dicinta ulam pun tiba. Lelaki itu memang sedang murung, karena tidak seorangpun yang bersedia menerima pinangannya karena masa lalunya yang gelap. Singkat kata, mereka pun dinikahkan oleh Bagina Rasulullah, sehingga pagi itu ketika mereka pulang sudah sebagai suami istri. dengan demikian, semua yang tadinya diinginkan oleh si penjahat dalam keadaan haram, kini bakal dinikmatinya dalam keadaan halal.

Riwayat diatas tersebut diatas, seringkali dipakai oleh para sufi untuk melatih kesabaran untuk mencapai cita-cita yang diridoi Allah. Karena pada hakikatnya, kesabaran itu berat sekali untuk dilaksanakan. tapi buahnya adalah kenikmatan yang langgeng dan lestari.


Disadur dari buku kisah-kisah orang sabar.

Pamekasan....

Semerbak harum tanah basah tertimpa hujan di sore hari, di sebuah kebun mangga yang rindang dan indah. Kuhirup dalam-dalam aroma tanah yang terkena air, oh segarnya. Hijaunya dedaunan dan buah semakin membuatku terhibur dan segar. Alangkah indahnya hidup ini, terbetik rasa syukurku kepada Allah SWT. Sayup-sayup kudengar lantunan lagu Nothing's Gonna Change My Love For You, bait-baitnya menyentuh hati. Kupandang jari-jariku, tanpa terasa aku terhanyut, Ya Allah, akankah datang seorang yang mampu mengisi sela-sela jari ini. Kupandang wajah langit, kulihat awan yang tipis menyembunyikan cahaya mentari. Setetes air mata jatuh bergulir, ketika hatiku berdoa ke hadiran Rabbul Izzati. ya Tuhanku, janganlah Engkau jadikan aku hidup sendirian. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pewaris. Tetesan hujan yang semakin deras menyadarkanku dari kekhusyukan doa. Kulihat hewan-hewan berusaha berteduh dari siraman hujan yang seakan tidak terbatas. Sepasang merpati terbang dari kejauhan dan mendarat dibawah atap. Terlihat yang jantan menyapukan kepalanya pada sang betina penuh kasih sayang, seolah tidak rela kalo pasangannya basah. Seekor induk kucing dengan tergesa-gesa mengangkat anaknya ke tempat teduh, agar tidak kedinginan. Betapa besarnya kasih sayang yang Allah tempatkan dalam hati makhluk-makhluk ini. Aku termenung, berkhayal. Alangkah indahnya, seandainya ada seseorang yang bisa menyempurnakan separuh ibadahku. yang mana, jika jika kita saling memandang dengan kasih sayang Allahpun memandang kami dengan penuh kasih sayang, dan jika kita menyatukan jari-jari kita, mengalirlah dosa-dosa dari sela-selanya.

Kubayangkan saat-saat aku bersama dia yang aku belum ketahui namanya, bersujud diatas sajadah berjamaah di rumah, Allah berkenan berkenan melipatgandakan pahala sholat jamaah kami berkali-kali lipat karena kasih sayangNya. Aduh, masyaAllah, subhanAllah... Kupejamkan mataku raoat-rapat, takut kalau impian ini akan hilang. Tapi suara guntur menyadarkanku, oh.. Semua itu masih harapan, aku masih harus bersabar lebih lama.

Tapi aku tekadkan dalam hati akan memenuhi sunnah ini, demi rido Allah dan demi manusia yang ada dalam diriku. Kubuka mataku pelan-pelan, hujan masih turun dengan deras. Suara azan ashar berkumandang, sahut bersahutan di negeri Pamekasan ini. Negeri yang sederhana, tapi dipenuhi cahaya Illahi. Kubangkit dari kursiku, untuk pergi ke masjid, menghadap Allah SWT. Sayup-sayup kudengar radio melantunkan lagu Richard Marx, I will be right here waiting for you. Kutersenyum, dan dengan langkah pasti ke masjid kuberdoa doa yang terkenal,Tuhanku, karuniakanlah aku, jodoh dan anak-anak yang menjadi penghias mata dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang bertakwa.

Dijamu Allah

Panas terik dan hembusan angin hangat mengguyur seluruh mukaku siang itu, kupercepat langkahku menuju tempat wudu sambil menjinjing tas berisi pakaian ihram. Maklum, pada bulan September begini, suhunya lumayan tinggi di Mekkah. Tadi pagi saya berangkat dari Madinah ke Mekkah menggunakan bis. Tapi karena saya tidak sempat beres-beres akhirnya saya berniat untuk Ihram di Tan'im saja. Setelah mandi dan mengambil wudlu, saya mengenakan pakaian ihram yang terbuat dari kain panjang putih tanpa ada jahitan dan gambar samasekali. Aku termenung sejenak,"Andaikan hati manusia seputih ini, tidak ada dendam, tidak ada benci, tidak ada niat buruk, tidak ada buruk sangka. Betapa indahnya hidup ini". Setelah shalat 2 rakaat saya mulai perjalanan balik ke Mekkah naik angkot sambil bertalbiyah. "Labbaika Allahumma labbaika", Kudengar dan kujawab seruanMu ya Tuhanku. Ini bukan pertama kalinya aku melaksanakan umroh, tapi setiap umroh selalu membawa kenangan sendiri dan perbaikan pada diriku. Tak terasa angkot sudah sampai di dekat Masjidil Haram, karena perjalanan hanya memakan waktu 15 menit saja. Setelah membayar 1 Riyal, saya berjalan dengan tergesa-gesa menuju Masjidil Haram, tidak sabar ingin bertamu kepada Allah, Tuhanku. Tidak terasa, airmataku menetes, bahagia karena rindu yang selama ini tertumpuk di hati, akhirnya bisa terobati. Rindu untuk bersujud langsung di rumah Allah yang Mulia. Sayapun segera thawaf. Sambil berkeliling memutari ka'bah kupanjatkan doa-doa yang sudah kupersiapkan sebelumnya. Hatiku sepenuhnya menikmati setiap langkah. Betapa dekatnya perasaanku dengan Dia yang menciptakanku. Terik panas padang pasir samasekali tidak kuhiraukan, padahal suhu pada termometer menunjukkan 42C. Terus, kulanjutkan langkahku, kupanjatkan Pujian dan doa kepadaNya. Kubuka mataku, dan aku seolah-olah baru sadar, kalau sudah dikelilingi ribuan orang yang turut thawaf. Berbagai warna dan kebangsaan, berbagai status dan usia. Semuanya berbaur menjadi satu warna tanpa ada yang bisa dibedakan. Semuanya berjalan, berdoa dan mensucikan Allah. Disinilah, di rumah Allah semua orang sederajat dan semua orang kembali ke fitrahnya, yakni hambaNya.

Seusai thawaf, aku berjalan menuju bukit Shafa untuk persiapan melaksanakan sa'i. Sebuah kenangan melintas, ketika aku berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa. Kenangan tentang Siti Hajar dan nabiyullah Ismail. Ketika Hajar seorang diri berlari-lari dalam terik mentari mencari sesuatu untuk makan dan minum anaknya. Namun tidak ada keputus asaan yang melintas dalam pikiran beliau, karena yakin atas Rahmad Allah. Pikiranku semakin jauh menerawang ke kehidupanku. Betapa seringnya aku merasa putus asa akan rahmad Allah, padahal tidak ada kekurangan sama sekali pada diriku dan Allah terus menerus menganugerahi aku dengan nikmat yang tidak terhitung. Jika dibandingkan apa yang harus dihadapi oleh Nabi Ibrahim serta anak dan istrinya untuk menjalankan perintahNya, cobaan yang kualami samasekali tidak berarti. Tiba-tiba aku merasa sangat malu. Malu karena selalu mengeluh kalau diuji Allah dengan ujian yang tidak seberapa. "Ya Allah, ampunilah kelemahan hamba. Janganlah Engkau salahkan hamba jika hamba lupa atau melakukan kesalahan. Ya Allah, janganlah Engkau memberi beban yang berat seperti beban yang Engkau beri kepada orang-orang sebelum hamba. Ampunilah hamba, kasihanilah hamba ya Allah". Tiba-tiba kulihat seorang nenek tua yang berjalan pelan-pelan dengan sekuat tenaganya pada satu sisi, seolah beliau sudah tidak mampu melaksanakan sa'i namun berusaha untuk tetap melaksanakannya. Kudekati beliau dan kuucapkan salam,"Assalaamu alaikum, ya Um". Kupanggil beliau Um untuk penghormatan terhadap orangtua. "Kenapa anda melaksanakan sa'i sendiri? Dimanakah keluarga anda?", tanyaku dalam bahasa Arab. Beliau menjawab,"Wa'alaikum salaam, siapakah engkau nak?". "Saya Abdullah", kataku dengan menyamarkan namaku menjadi hamba Allah. Nenek itu tersenyum kepadaku,"Engkau pasti bukan orang Arab ya? Darimana engkau?", tanya nenek itu tersenyum."Dari Indonesia, ya Um. Kenapa anda sendirian melaksanakan sa'i? Dimanakah keluarga anda?". "Saya memang sendiri nak, karena tidak ada seorangpun dari keluarga saya yang bisa mengantar. Sedangkan hatiku terlalu kuat merindukan Tuhanku". Berdesir hatiku mendengarnya. Tidak terasa tetes airmataku mengalir. Betapa nenek setua beliau, masih berusaha kuat bertamu kepada Allah, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak memungkinkan dan tidak ada seorangpun dari keluarga beliau yang mau mengantar. Kupandang sekeliling dan kulihat ada petugas keamanan di sekitar pintu masuk. "Ya Um", kataku, "maukah anda menunggu sejenak disini agar bisa kuambilkan kursi roda agar anda bisa melaksanakan sa'i dan berdoa dengan lebih tenang?". Tanpa memperdulikan ucapan si nenek, aku berlari menuju ke petugas untuk meminjam kursi roda. Sekembalinya ke nenek tersebut, kubantu dia duduk dalam kursi roda dan kudorong kursinya menuju Shofa untuk melanjutkan ibadah Sa'i. Setelah tahallul usai, yang menandakan selesainya umrohku kali ini. Kemudian kuhampiri nenek tersebut yang masih terduduk di kursi roda. Rupanya beliaupun sudah selesai tahallul. Aku berjongkok di hadapan beliau sambil bertanya,"Ya Um, akankah anda segera pulang ataukah anda akan berada disini dulu?". Si nenek menjawab,"Aku akan pulang nak, hatiku telah lega karena bisa bertemu dengan Allah". "Kalau begitu, ijinkan aku mengantar anda ke kendaraan yang bisa mengantar anda pulang. Dimanakah rumah anda ya Um?", tanyaku. "Di Ummul Qura' nak". Kudorong kursi rodanya keluar dari masjidil haram, setelah sejenak mencari-cari sandalku dan sandal beliau akhirnya kami sampai di pemberhentian taksi. Kupanggil salah satunya dan kukatakan agar membawa ibu ini kerumah beliau. Tidak lupa, kuberi uang 50 riyal buat ongkosnya. Bukankah sabda Rasulullah, kalau membantu orang harus sepenuhnya? Ketika pintu mobil akan kututup, nenek itu memegang tanganku. "Terima kasih banyak ya nak atas bantuanmu, sungguh meski aku tidak mengenalmu. Aku merasa seolah-olah memiliki engkau sebagai anakku. Semoga berkah dan rahmad Allah senantiasa dilimpahkan kepadamu nak". "Amin, amin. Terima kasih atas doanya ya Um. Dan hati-hati di jalan", ucapku. Taxipun melaju dengan pelan. Namun sekilas aku sempat melihat tangan si nenek terangkat keduanya, tampaknya beliau sedang berdoa. Akupun bergegas masuk kembali ke masjidil haram. Setelah mengambil wudlu lagi, aku kemudian melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Seusai shalat, aku mempertimbangkan apakah aku akan kembali ke hotel atau disini saja. Akhirnya kuputuskan untuk menetap saja di masjid hingga waktu magrib. Kuambil mushaf al-karim, dan kubaca ayat-ayatnya. Ketika bacaanku mencapai ayat "dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan". Aku terdiam. Berkecamuk pikiranku dengan berbagai kenangan di masalalu. Ketika aku masih menjalankan hal-hal yang fasik. Ketika aku tidak takut pada dosa dan ketika aku meremehkan larangan-larangan Tuhanku. Bukankah setiap kali kita melakukan sebuah dosa, berarti kita mengkhianati nikmat Allah. Sedangkan tiap nafas, makan dan minum yang kita masukkan dalam tubuh, disitu ada rahmad Allah yang akan ditanyakan kembali kegunaannya oleh Allah. Aku gemetar karena takut, takut kalau-kalau azab Allah akan ditimpakan kepadaku karena semua dosaku. Aku sujud, membaca istighfar berkali-kali. Air mataku meleleh dengan deras. "Ya Allah, ya Tuhanku. Ampunilah dosa-dosa hamba. Baik yang disengaja ataupun tidak. Ya Allah, dosaku tidak terhitung bahkan oleh aku sendiri. tapi aku tahu pengampunanMu melampaui segalanya. Ya Allah, dengan kemuliaan wajahMu yang Arsy sendiri tidak mampu melihatnya dan dengan kelemah lembutanMu yang atas dasarnya Engkau sayangi semua makhlukmu, ampunilah dosa hamba ya Allah dan selamatkanlah hamba dari neraka". Kubangkit dari sujudku dan kubaca kembali ayat-ayat quran. Namun, suara seolah tidak mampu keluar dari tenggorokanku, sehingga kuletakkan mushaf kembali. Bertepatan dengan itu, terdengarlah azan Magrib. Alhamdulillah. Shalat magrib sudah tiba. Kuambil segelas air zamzam dari termos yang bertuliskan dingin. Kupanjatkan doaku kepada Allah, "ya Allah, bagiMu aku berpuasa. KepadaMu aku beriman dan atas rizkiMulah aku berbuka". Betapa segarnya tenggorokan ketika air yang penuh berkah itu melintasi tenggorokan, "Alhamdullah". Seusai shalat, aku berjalan keluar. Kulihat jam, masih belum waktunya untuk makan malam di hotel. Sebab biasanya makan tersedia setelah shalat Isya'. Akhirnya setelah melihat keliling, kuputuskan untuk membeli makan di luar dulu. Karena perut sudah lumayan sakit menahan lapar, apalagi setelah perjalanan jauh tadi pagi. Ketika sandal hendak kukenakan, tiba-tiba ada seorang laki-laki menyentuh pundakku dan bertanya dalam bahasa Arab non amiyah,"Andakah Abdullah dari Andonesia?". Kujawab, "Iya betul. Siapakah anda ini dan ada keperluan apakah anda dengan saya?". Orang itu menjawab,"Kami disuruh majikan kami untuk menyampaikan buka puasa dan makan anda mulai malam ini hingga anda meninggalkan kota Mekkah", sahutnya. Aku terheran-heran, seingatku tidak ada seorangpun yang aku kenal di Mekkah ini. Kok tiba-tiba ada yang mau menjamu aku. Akupun bertanya,"Tidak salahkah anda, barangkali Abdullah yang anda maksud bukan saya, karena seingat saya, tidak ada penduduk Mekkah yang saya kenal". Orang itu tersenyum seraya menjawab, "Tidak, orangnya adalah anda, majikan saya kenal anda meskipun anda tidak kenal dia. Karena itu, dia memerintahkan saya untuk membawakan makanan ini pada anda". Kumelihat di belakangnya dan masyaAllah, subhanAllah pujiku. Kulihat setidaknya ada 10 nampan besar berisikan aneka makanan dan beberapa kardus berisi minuman sedang dibawa oleh beberapa orang laki-laki. Akupun bingung tentang dimana aku harus meletakannya. tapi tampaknya orang itu sudah professional. diaturnya makanan-makanan serta minuman itu, sehingga mirip lesehan makanan mewah. Kemudian setelah selesai, orang itu pamit dan berkata,"Ini adalah rahmad bagi anda dan nantikan kami lagi pada saat anda lapar lagi nanti". Akupun duduk sendirian menghadapi jejeran makanan yang sedemikian panjang sambil dikerumuni orang-orang yang menonton. Aku masih termanggu-manggu siapakah gerangan yang mengirimkan semua ini dan darimana dia tahu kalau aku sedang berpuasa. Akhirnya karena semua arah buntu, akupun mengajak mereka yang sedang menonton untuk ikutan makan. Tidak lupa, kupanggil para pengemis dan orang duafa yang ada di sekitar untuk turut mencicipi. Dengan ucapan bismillah kusuapkan makanan ke mulutku sambil tidak lupa berkali-kali hatiku mengucapkan hamdalah ke hadirat Allah atas nikmat ini.

"Kalau engkau bersyukur atas nikmatKu, niscaya pasti akan Kutambahkah nikmat itu"

Sebuah metamorfosis di puncak Gunung Panderman

"Take me to the magic of the moment

On a glory night

Where the children of tomorrow dream away

With you and me"

"Walking down the streat

Distant memories

Are buried in the past forever...."

Senandung gitarku membelah malam. Sendirian di tepi api unggun di puncak bukit Panderman, Batu Malang. Sore itu aku putuskan untuk memanjat gunung sendirian, karena teman-teman tampaknya sedang sibuk-sibuknya. Alhamdulillah, cuaca cukup cerah sehingga tanpa banyak kesulitan aku sampai di puncak gunung sebelum isya. Sejenak kudirikan tenda dome tempatku menginap malam ini. Dari kayu bakar yang kubawa kubuat api unggun yang cukup untuk menerangi kegelapan malam. Setelah sembahyang, kuhabiskan waktuku bergitar sambil menunggu matangnya ubi jalar dan jagung yang sedang kubakar. Gemerlap lampu rumah jauh di bawah sana membuat pemandangan di puncak Panderman sungguh indah.

Kupetik senar gitarku dan kunyanyikan lagu Wind Of Change dari Scorpion.. Bait-baitnya yang mengharapkan berakhirnya perang dingin seakan menyampaikan bahwa semua manusia itu saudara. Aku mendesah panjang, sambil memikirkan setiap rangkaian teks lagu tersebut. Seakan tercermin didalamnya rona kehidupanku. Memori masalalu dan masa sekarang berlintasan, ada pahit ada getir, kadang kurasa aku di awang-awang pintu surga tapi terkadang aku seolah hampir menginjak dasar neraka. Yang tidak kumengerti, betapapun keras usaha aku untuk melakukan sesuatu dengan baik bagi orang lain, hanya sedikit diantara mereka yang bisa menghargai. Yang lebih menyakitkan adalah ucapan-ucapan miring tentang aku yang keluar dari mereka yang aku bantu. Kenapa bisa begini? Padahal aku ingin sekali percaya pada kata teman, saudara, saudara seagama, keluarga dan sebagainya. Kenapa malah merekalah yang sering menjatuhkan aku? Apakah semua bentuk hubungan yang berdasarkan semua itu hanya impian? Sedangkan mereka yang tidak punya hubungan apa-apa denganku malah bisa menghargai pengorbananku sekecil apapun itu. Kadang, ketika mereka yang punya hubungan denganku datang meminta bantuan, terbesit niat buruk dalam hati untuk tidak memberi. Tapi, kasih sayang dalam nuraniku mengalahkan niat itu, meskipun aku tahu bahwa tidak semua pengorbanan berakhir kebaikan. Heeh, aku mendesah berat. Kuambil suiter wol dari tendaku untuk menutupi badanku yang mulai kedinginan. Luar biasa dinginnya malam begini di puncak Panderman, apalagi di bulan Februari seperti sekarang. Kuambil senterku, sejenak kulihat sekeliling kalo-kalo ada hewan. Kemudian aku kembali duduk diatas batang kayu yang menghadap ke kota Batu.

Rembulan yang enggan, mengintip di balik awan menambah syahdunya suasana. Kulihat lambu kendaraan bergerak dengan cepat. Begitu kecilnya. Apalagi penumpangnya, tidak bisa terlihat sama sekali. Barangkali, dalam pandangan Tuhan, manusia itu seperti aku melihat mereka saat ini. Tidak ada yang tinggi atau rendah, tidak ada cakep dan cantik. Semuanya sama. Pantas jika yang dinilai olehNya hanyalah iman dalam hati. Dan aku adalah salah satu diantara mereka yang tidak kelihatan itu. Kalau seperti itu, pantaskah kalau aku merasa sombong dengan sesuatu yang aku miliki hanya sesaat?

Gemercik api unggun memakan kayu, menyadarkanku dari lamunanku. Kuambil lagi beberapa batang kayu dan kumasukkan kedalam api. Sejenak kuperiksa nasib ubi jalar dan jagungku, dan ternyata sudah matang. Aku masuk kembali ke tenda untuk mengambil piring dan beberapa potong sosis. Setelah kupanggang sejenak, kuletakkan sosis tersebut pada piring dan diiringi dengan doa, kumulai makan. Alangkah nikmatnya makan malam kali ini, di puncak bukit, ditemani rembulan dengan melihat pemandangan yang indah plus perut yang keroncongan. Aku rasa kalau makan di rumah tidak akan senikmat ini, pikirku dengan tersenyum.

Usai makan, udara semakin dingin. Malam mulai merambat semakin gelap dan angin mulai kencang. Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke tenda dan bersembunyi dalam sleeping bagku. Tapi aku belum bisa memejamkan mata. Aku sendirian mendaki bukit panderman untuk mencari solusi. Solusi atas berbagai masalah yang mendera batinku. Oleh karenanya, aku belum bisa tenang sebelum jawaban itu kuperoleh.

Teman-temanku bilang aku orangnya sabar dan periang. Aku tidak tahu, apakah itu adalah sifatku yang sebenarnya ataukah hanya sebagian dari topengku. Jika memang benar aku sabar, kenapa aku jarang merasakan buah kesabaranku dari orang-orang terdekatku? dan kalau aku memang periang, kenapa aku selalu harus menahan sedih dan getir dalam hati?

Katanya, kalau kita berkorban pasti akan berbalas kebaikan, kenapa yang aku rasakan adalah aku semakin diinjak dengan setiap pengorbanan yang aku lakukan? Bahkan sering yang kuterima adalah hinaan atas pengorbananku. Ataukah aku memang salah milih kepada siapa aku harus berkorban?

" Kalau engkau bersyukur, maka akan Aku tambahkan nikmatKu kepadamu. Tapi kalau engkau kufur (tidak bersyukur), maka azabKu amatlah pedih".

Sebuah firman Allah tiba-tiba terlintas di kepalaku. Ayat ini menunjukkan dengan tegas tindakan Allah kepada hambaNya yang tidak bisa bersyukur dan berterima kasih. Kucoba merenungi maknanya. Bukankah Allah itu maha welas asih dan sabar. Kenapa Allah bahkan berfirman soal azab atas hamba yang tidak bisa bersyukur.Bukankah tanpa syukur dan terima kasihnya seorang hamba, sifat Allah tidak akan berkurang sedikitpun? Mungkinkah karena nikmat dan rahmad yang Allah sampaikan kepada seorang hamba, senantiasa disampaikan dengan perantara sesuatu atau seseorang. Sehingga, menghargai dan bersyukur atas nikmat Allah yang dimanifestasikan oleh sang penerima dalam wujud ucapan terima kasih dan balas budi baik, itulah yang sebenarnya mencapai ke keharibaanNya dan merupakan tanda syukur yang sejati. Pantas saja jika Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidak bisa berterima kasih kepada manusia (yang memberi), tidak akan pernah bisa bersyukur kepada Allah".

Akhirnya aku mengerti, seberapa besar pengorbanan yang layak diterima orang lain dan bagaimana sikap yang harus kuambil jika aku mengalami penderitaan atas pengorbanan yang kulakukan terhadap seseorang dan aku juga mengerti, siapa yang lebih berhak menerima pengorbananku. Yaitu orang-orang yang diberi akan memuji Allah dan menghargai setiap nikmat yang mereka terima, tanpa memperdulikan sedikit atau banyaknya, penting atau tidaknya. Dan mereka yang jika diberi akan menyenangkan hati sang pemberi, walaupun tanpa mengucapkan kata apapun.

Namun, benarkah tindakanku ini? Bukankah kita sebagai manusia harus berkorban tanpa pamrih? Biarkan soal penilaian itu kita serahkan kepada Allah? Bukankah jika kita memilah siapa yang akan menerima bantuan kita hanya karena kita merasa nyaman dalam memberi sama dengan mengharapkan pamrih? Pikiranku semakin terjebak dalam kebingungan.

Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas, bagaimanakah sikap baginda Nabi terhadap orang-orang yang seperti ini, karena beliau adalah orang yang tidak pernah berkata tidak jika ada yang meminta kepadanya meskipun orang tersebut selalu memusuhinya?

Diriwayatkan bahwa di sudut pasar Madinah terdapat seorang pengemis Yahudi buta. Hari demi hari, apapbila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata,"Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad dia itu orang gila. Dia itu pembohong dan tukang sihir, apapbila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".

Setiap pagi Rasulullah mendatanginya dengan membawa makanan dan tanpa berkata sepatah katapun Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis tersebut selalu berpesan untuk tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Hal itu beliau lakukan hingga akhir hayat beliau.

Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi yang buta itu.

Pada suatu hari sesudah wafatnya Rasulullah, Abu Bakar RA mendatangi rumahnya Aisyah dan bertanya,"Wahai anakku, sunah apakah dari kekasihku yang belum aku kerjakan?". Aisyah menjawab,"Semua sunnah Rasulullah sudah engkau lakukan, wahai ayah. Kecuali hanya satu saja. "

"Apa itu?"

"Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ad disana".

Keesokan harinya Abu Bakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah dan berteriak,"Siapakah kamu?"

Abu Bakar RA menjawab,"Aku orang yang biasanya".

"Bukan! Engkau bukan orang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. "Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku, selalu menyuapiku makanan yang sudah terlebih dahulu dihaluskannya dengan mulutnya", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,: Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".

Setelah mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis dan kemudian berkata,"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan makanan setiap pagi, ia begitu mulia".

Akhirnya si pengemis buta mengucapkan kalimah syahadat. Begitulah belas kasih dan kesabaran Rasulullah yang tidak terbatas dan tidak pandang bulu walaupun kepada seorang pengemis Yahudi buta yang selalu memusuhi beliau.

Hatiku terenyuh dan bergetar bila mengingat cerita ini. Itulah contoh sodakoh dan pengorbanan yang ditunjukkan oleh Rasulullah bagi ummatnya. Dan seperti itulah seharusnya kita berkorban dan bersodakoh. Tanpa mengharapkan apapun dan juga tidak mengharapkan ucapan yang baik. Semuanya murni karena kasih sayang dan demi mengharapkan keridoan Ilahi. Aku sadar dari kesalahan penafsiranku dan kurangnya kesabaranku.

"Wahai Tuhanku, Engkaulah yang memiliki rahmad dan belas kasih.

Engkau jualah yang memiliki kemuliaan dan kekuasaan, yang dengannya Engkau limpahkan berkah dan karuniaMu kepada semua ciptaanMu.

Ya Allah, dengan kemuliaanMu yang tidak tertandingi dan kasih sayangMu yang maha Agung, ampunilah ketidak sabaranku atas cobaanMu, emosi dan amarahku atas hal-hal yang aku tidak tahu baik atau buruk akibatnya bagiku.

Ya Allah, lindungilah aku dari ketidakikhlasan dalam sodakoh, cercaan dalam memberi dan kesombongan yang menyertai uluran tanganku dan ampunilah mereka yang menerima tapi mencela, mengambil tapi mengumpat dan meminta tapi menyakitkan hati.

Ya Tuhanku, lapangkanlah hatiku dengan maaf, luaskanlah wawasanku dengan kesabaran dan teguhkanlah hatiku dengan keyakinan atas rahmad dan balasanMu. Amin"

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu, hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih “ (Surah al-Insan : 8 - 9).

Bismillah

Bismillahirrahmanirrahim
Disini kucantumkan tiap goresan penaku, akan tiap detik yang kunikmati sebagai orang Islam. Kutorehkan tiap keindahan yang kurasa, semoga bisa disebarluaskan dan bisa turut dirasakan oleh semua manusia di alam raya ini.

Eko Radesna